Nama Soeharto, yang ada di
kepalaku adalah Presiden Republik Indonesia kala aku masih ada di Bangku
sekolah dasar kelas 4. Dimana usia pada saat itu adalah usia yang membuat
diriku tidak peduli dengan politik atau bahkan pemberitaan televisi yang ada
pada saat itu yakni TVRI.
Aku pun tak mengerti kenapa
tiba-tiba Soeharto di gantikan oleh wakilnya BJ Habibie. Yang masih ku ingat
hanya kata-kata bapakku,”ayo nonton berita, presiden Soeharto mengundurkan
diri,”itulah kata Bapakku. Tetapi dengan usiaku saat itu, jelas aku hanya
mengangap itu seperti angin lalu dan pergi meningggalkan rumah untuk bermain.
Tapi sejak saat itu aku makin
kesusahan dalam memuaskan hasrat bermain masa kanak-kanakku. Meskipun
hubungannya aku tidak mengerti dengan pergantian presiden itu. Sebab masih
terbersit di bayangan masa itu, aku tidak kesulitan untuk mendapatkan minyak
tanah untuk bermain meriam bambu setiap bulan desember. Karena di bulan itu
seperti sudah menjadi tradisi untuk menyambut natal dengan bermain meriam
bambu. Harga minyak tanah yang begitu murah membuat anak-anak seusiaku mampu
membeli minyak tanah sendiri dari uang receh yang di kumpulkan bersama untuk membeli
minyak tanah guna minyak pada meriam bambu yang telah kami siapkan. Masih ku
ingat hanya dengan uang Rp.400 kami sudah mendapatkan minyak tanah satu liter
yang bisa di pergunakan untuk 3 meriam yang dapat kami pergunakan selama satu
jam lebih untuk mengadu suara yang dihasilkan dari meriam bambu yang kami
miliki.
Namun entah apa yang terjadi,
harga minyak tanah pun semakin melambung. Untuk bermain meriam bambu pada
desember mendatang pun menjadi ragu, bahkan di desember tahun-tahun berikutnya
permainan itu sudah tidak ada lagi akibat harga minyak tanah yang mencekik.
Itulah ingatan masa lalu akan
kanak-kanak yang belum tahu apa dan mengapa, saat ini ketidaktahuan itu juga
masih ada. selalu kerap ada tanda tanya besar akan seorang nama yang pernah ada
di Negara Kesatuan Republik Indonesia ini yakni “Soeharto”.
Nama yang pernah tenar sebagai
bapak pembangunan itu, saat ini lebih kerap di hujat dari pada di sanjung
seperti pada masanya. Berbagai tuduhan atas kasus korupsi dan pelanggaran HAM
menjadi teman yang dibawanya ke liang lahat tempat peristirahatan terakhirnya.
Tetapi mereka yang menuduhkan itu hingga saat ini hanya berbicara menuduh tanpa
membuat bukti-bukti ilmiah atas tuduhan itu.
Ironisnya lagi sampai saat ini
usaha untuk tetap mengatakan bahwa soeharto punya banyak kesalahan selama era
kepemimpinannya tetap gencar di dengung-dengungkan. Tetapi tidak seimbang
dengan bukti-bukti yang dapat di perlihatkan. Bahkan terkadang penulis berpikir
mereka yang dulu berteriak saat ini tentu sudah berada di posisi-posisi yang
dapat membuktikan kesalahan-kesalahan soeharto tapi tidak juga mampu
melakukannya.
Justru banyak saat ini yang tidak
pelaku sejarah pada masa itu ikut mengatakan hal yang sama tentang soeharto.
Bukan bermaksud untuk membela soeharto terlepas dari kesalahan yang di
perbuatnya. Sebagai masyarakat yang tidak merasakan kesalahan soeharto tersebut
wajar bertanya keras kepada tokoh-tokoh terutama bagi Kordinator Kontras, Ariz
Azhar yang selalu giat mengingatkan bahwa Soeharto itu pelanggar HAM. Ingin
rasanya meminta Ariz Azhar untuk menuliskan buku dan diberikan kepada saya.
Agar melalui buku tersebut, ketika dapat dipahami bukan hanya Ariz Azhar lagi
yang berteriak tetapi penulis sendiri pun ikut berteriak akan
kesalahan-kesalahan Soeharto.
Meskipun mungkin Soeharto punya
kesalahan, tetapi salahkan perorangan yang memuji bahkan mengangungkan
Soeharto? Apa bedanya Soeharto dengan Soekarno?. Jika di pada era Soekarno
kelompok Soekarno akan secara mati-matian membela Soekarno sementara yang
kontra akan mengatakan bahwa Soekarno dekat dengan komunis (terlepas adanya
perubahan makna yang ada). Demikan dengan juga dengan Soeharto ada yang pro dan
kontra yang pro akan mengatakan di era Soeharto masyarakat tidak susah dapat
apa-apa. Ada beras yang berkelimpahan. Sementara yang kontra akan mengatakan
tidak ada kebebasan. Masyarakat hidup dalam baying-bayang otoriter.
Seperti halnya judul tulisan ini
yang merupakan satu kalimat pertanyaan, awalnya penulis jawab. Tetapi akhirnya
sampai pada satu kesimpulan bahwa soeharto tidak perlu di benci. Karena sebagai
manusia soeharto juga bisa salah tanpa harus melupakan jasa yang di perbuatnya
juga. Biarlah soeharto dan kesalahan serta kebaikannya di bahas dalam
forum-forum ilmiah tanpa mengumbar ke depan publik. Karena jika para penggiat
anti soeharto mengatakan soeharto melakukan pembodohon lewat kurikulum yang
dibuatnya maka para penggiat tersebut pun nantinya akan melakukan pembodohan
pada generasi berikutnya. Karena terbangunnya cara berpikir bagi generasi
berikutnya tanpa melalui proses ilmiah yang mengatakan bahwa soekarno adalah
penjahat.
Melihat hal tersebut, kita sadari
bahwa sebenarnya di setiap sisi jaman mana pun akan ada pro dan kontra terhadap
pimpinan. Oleh karena itu setiap kelompok agar jangan memaksakan kelompok lain
untuk menerima pola pikirnya. Tetaplah saling menghargai, memberikan pikiran
sah-sah saja tapi jangan salahkan mereka yang tidak ikut dengan pemikiran itu.
0 Komentar
Silakan Tinggalkan Komentar