Siapa sangka pertemuan pada september 2010 yang lalu adalah pertemuan terakhir untuk selama-lamanya. Pertemuan yang tepat disaat lebaran itu merupakan bentuk silaturahmi. Saya memang tidak memiliki hubungan dengan beliau,teman-teman sayalah yang memiliki hubungan sebagai siswa bapak tersebut. Meskipun demikian saya sudah lama mengenal beliau dari teman. Beliau adalah alm.H.Achmadi,S.Pd.I.
Lebaran yang biasanya identik dengan kunjungan kerumah sanak ataupun kenalan merupakan hal yang sudah menjadi kebiasaan. Demikian dengan kami yang kebetulan beberapa hari lagi meninggalkan sibolga untuk kembali ke daerah tempat kuliah. Kunjungan kerumah almarhum tersebut tepat pada jam makan siang,sehingga beliau mengajak kami langsung untuk bersama-sama makan siang.
Disela-sela makan itu beliau hanya bercerita tentang dirinya semasa jadi pendidik(guru) dia mengatakan jika kita melakukan hal yang baik kepada seseorang pasti itu tidak akan melupakan kita. Dia kembali menjelaskan pada lebaran tersebut ada saja orang-orang yang dulu diajar mengantarkan buah bahkan beras. Sambil terus makan cerita pun terus berlangsung. Hingga butiran akhir pada piring. Masing-masing kami mulai membasuh tangan tetapi beliau menjilati jari-jemarinya sambil berujar. Hal yang dilakukan disamping karena nikmatnya sambal ikan tersebut juga untuk membantu proses pencernaan. Karena pada tangan kita itu terdapat zat pembusuk. Sewaktu memegang makanan zat itu akan melekat pada makanan tersebut sehingga lambung tidak begitu susah untuk memproses makanan tersebut. Kemudian dia katakan penyebab mudahnya sekarang seseorang terserang penyakit perut karena telah meninggalkan cara makan yang lama yakni dengan tangan dan menggantinya dengan sendok. Sehingga makanan yang masuk kelambung itu berat untuk diolah sehingga menyebabkan kerusakan pada lambung.
Lanjutnya untuk menyakinkan kami dia menyuruh agar mencoba mempraktekkannya dengan membuat nasi di dua tempat yang berbeda. Nasi pada salah satu tempat terlebih dahulu dipegang dengan tangan sedangkan pada tempat yang satu lagi jangan bersentuhan dengan tangan. Lalu biarkan satu hari nasi tersebut, maka nantinya nasi yang telah dipegan tersebut akan terlebih dahulu basi. Usai itu diskusi di meja makan tersebut pun berakhir. Lalu kami pergi ke teras rumah untuk melanjutkan bincang-bincang.
Disitu berbagai hal beliau sampaikan termasuk sikap dia dengan keputusan yayasan yang menyelesaikan jabatannya sebagai kepala sekolah sebelum masanya. Pembicaraan itu akhirnya mengarah kepada permasalahan pendidikan. Beliau sangat tidak setuju dengan tren pendidikan saat ini yakni sekolah unggulan. Sekolah unggulan tersebut baginya adalah bentuk kastanisasi pendidikan. Karena dengan adanya sekolah unggulan maka akan ada sekolah-sekolah yang tidak unggul. Sehingga secara phisikologi siswa-siswa pada sekolah yang bukan unggulan itu akan dianggap sebagai manusia-manusia kelas dua. Padahal prinsip pendidikan adalah bagaimana memanusiakan manusia bukan justru membiarkan siswa yang bandel semakin bandel. Melihat hal tersebut beliau memiliki cita-cita membuat satu kelas yang menampung siapa saja khususnya bagi siswa/i kurang mampu dan diinapkan di asrama untuk dididik dan dibina. Meskipun cita-cita itu tidak sempat ia wujudkan. Setelah sekian lama bercerita akhirnya kami pamit untuk pulang.
Setelah 3 bulan cerita itu, pada bulan desember 2010 akhirnya teori tentang zat pembusuk yang dikatakan beliau terbukti dengan apa yang aku alami. Seperti anak kos pada umumnya, lauk pauk tidak pernah dimasak tetapi sering dibeli di warung-warung yang menyediakannya. Waktu itu saya membeli 1 potong ikan dan 3 potong tahu untuk makan malam. Tetapi sewaktu makan,tidak memakan tahunya. Sehingga sampai keesokan harinya tahu itu masih ada. Paginya saya periksa tahu tersebut masih belum basi. Lalu dengan tangan saya cuil sedikit tahunya dan memakannya setelah itu bergegas untuk mandi karena segera kekampus. Karena sebuah kesibukan baru sekitar pukul 9 malam kembali ke kos. Akibat kelelahan langsung saja tidur.Keesokan harinya kulihat kembali tahu tersebut teryata pada tahu yang telah kuambil secuil itu telah berjamur tepat didaerah cuilannya sedangkan pada tahu yang lain tidak tumbuh jamur. Kejadian itulah yang langsung mengingatkan aku pada teori zat pembusuknya alm.H.Achmadi. Karena sudah berjamur semua tahu tersebut pun aku buang.
Alm.H.Achmadi memang bukan seorang ahli kimia atau pun kedokteran. Tetapi apa yang diutarakannya benar adanya dan itulah ilmu yang dimilikinya. Ilmu yang didapatkan dari kebiasaan adat istiadat yang diamati secara mendalam. Kekunoan adat istiadat bukan sebagai penghalang untuk menggali ilmu-ilmu yang tersirat. Oleh karena itu jangan pernah mengabaikan adat istiadat.
*Tulisan ini didedikasikan sebagai ucapan terimakasih buat Alm.H.Achmadi,S.Pd.I yang memberikan ilmu yang berarti bagiku yang tak akan aku lupakan dan berusaha untuk mewujudkan cita-citanya.
Lebaran yang biasanya identik dengan kunjungan kerumah sanak ataupun kenalan merupakan hal yang sudah menjadi kebiasaan. Demikian dengan kami yang kebetulan beberapa hari lagi meninggalkan sibolga untuk kembali ke daerah tempat kuliah. Kunjungan kerumah almarhum tersebut tepat pada jam makan siang,sehingga beliau mengajak kami langsung untuk bersama-sama makan siang.
Disela-sela makan itu beliau hanya bercerita tentang dirinya semasa jadi pendidik(guru) dia mengatakan jika kita melakukan hal yang baik kepada seseorang pasti itu tidak akan melupakan kita. Dia kembali menjelaskan pada lebaran tersebut ada saja orang-orang yang dulu diajar mengantarkan buah bahkan beras. Sambil terus makan cerita pun terus berlangsung. Hingga butiran akhir pada piring. Masing-masing kami mulai membasuh tangan tetapi beliau menjilati jari-jemarinya sambil berujar. Hal yang dilakukan disamping karena nikmatnya sambal ikan tersebut juga untuk membantu proses pencernaan. Karena pada tangan kita itu terdapat zat pembusuk. Sewaktu memegang makanan zat itu akan melekat pada makanan tersebut sehingga lambung tidak begitu susah untuk memproses makanan tersebut. Kemudian dia katakan penyebab mudahnya sekarang seseorang terserang penyakit perut karena telah meninggalkan cara makan yang lama yakni dengan tangan dan menggantinya dengan sendok. Sehingga makanan yang masuk kelambung itu berat untuk diolah sehingga menyebabkan kerusakan pada lambung.
Lanjutnya untuk menyakinkan kami dia menyuruh agar mencoba mempraktekkannya dengan membuat nasi di dua tempat yang berbeda. Nasi pada salah satu tempat terlebih dahulu dipegang dengan tangan sedangkan pada tempat yang satu lagi jangan bersentuhan dengan tangan. Lalu biarkan satu hari nasi tersebut, maka nantinya nasi yang telah dipegan tersebut akan terlebih dahulu basi. Usai itu diskusi di meja makan tersebut pun berakhir. Lalu kami pergi ke teras rumah untuk melanjutkan bincang-bincang.
Disitu berbagai hal beliau sampaikan termasuk sikap dia dengan keputusan yayasan yang menyelesaikan jabatannya sebagai kepala sekolah sebelum masanya. Pembicaraan itu akhirnya mengarah kepada permasalahan pendidikan. Beliau sangat tidak setuju dengan tren pendidikan saat ini yakni sekolah unggulan. Sekolah unggulan tersebut baginya adalah bentuk kastanisasi pendidikan. Karena dengan adanya sekolah unggulan maka akan ada sekolah-sekolah yang tidak unggul. Sehingga secara phisikologi siswa-siswa pada sekolah yang bukan unggulan itu akan dianggap sebagai manusia-manusia kelas dua. Padahal prinsip pendidikan adalah bagaimana memanusiakan manusia bukan justru membiarkan siswa yang bandel semakin bandel. Melihat hal tersebut beliau memiliki cita-cita membuat satu kelas yang menampung siapa saja khususnya bagi siswa/i kurang mampu dan diinapkan di asrama untuk dididik dan dibina. Meskipun cita-cita itu tidak sempat ia wujudkan. Setelah sekian lama bercerita akhirnya kami pamit untuk pulang.
Setelah 3 bulan cerita itu, pada bulan desember 2010 akhirnya teori tentang zat pembusuk yang dikatakan beliau terbukti dengan apa yang aku alami. Seperti anak kos pada umumnya, lauk pauk tidak pernah dimasak tetapi sering dibeli di warung-warung yang menyediakannya. Waktu itu saya membeli 1 potong ikan dan 3 potong tahu untuk makan malam. Tetapi sewaktu makan,tidak memakan tahunya. Sehingga sampai keesokan harinya tahu itu masih ada. Paginya saya periksa tahu tersebut masih belum basi. Lalu dengan tangan saya cuil sedikit tahunya dan memakannya setelah itu bergegas untuk mandi karena segera kekampus. Karena sebuah kesibukan baru sekitar pukul 9 malam kembali ke kos. Akibat kelelahan langsung saja tidur.Keesokan harinya kulihat kembali tahu tersebut teryata pada tahu yang telah kuambil secuil itu telah berjamur tepat didaerah cuilannya sedangkan pada tahu yang lain tidak tumbuh jamur. Kejadian itulah yang langsung mengingatkan aku pada teori zat pembusuknya alm.H.Achmadi. Karena sudah berjamur semua tahu tersebut pun aku buang.
Alm.H.Achmadi memang bukan seorang ahli kimia atau pun kedokteran. Tetapi apa yang diutarakannya benar adanya dan itulah ilmu yang dimilikinya. Ilmu yang didapatkan dari kebiasaan adat istiadat yang diamati secara mendalam. Kekunoan adat istiadat bukan sebagai penghalang untuk menggali ilmu-ilmu yang tersirat. Oleh karena itu jangan pernah mengabaikan adat istiadat.
*Tulisan ini didedikasikan sebagai ucapan terimakasih buat Alm.H.Achmadi,S.Pd.I yang memberikan ilmu yang berarti bagiku yang tak akan aku lupakan dan berusaha untuk mewujudkan cita-citanya.
0 Komentar
Silakan Tinggalkan Komentar