06 juni 2008
Gunungsitoli (SIB)
Ratusan mahasiswa IKIP Gunungsitoli, STIE Pembnas melakukan unjuk rasa keliling kota Gunungsitoli dan di gedung DPRD Nias Rabu (4/6) dan Kamis (5/6) ratusan massa Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) cabang Nias juga melakukan unjuk rasa keliling kota Gunungsitoli dengan menggelar poster bertuliskan “Tuntaskan Kasus Korupsi yang dilakukan oleh koruptor yang menyesatkan kehidupan masyarakat.
Pernyataan sikap yang disampaikan oleh mahasiswa pada Rabu dan Kamis menyatakan tolak kenaikan harga BBM, tetapi naikkan pajak para pejabat teras dan tuntaskan kasus korupsi yang menyesatkan kehidupan masyarakat.
Pernyataan sikap dibacakan GMNI cabang Nias untuk kesekian kalinya pemerintah dibawa otoritas Jenderal Purnawirawan Susilo Bambang Yudhoyono menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) sejak tanggal 23 Mei 2008 dengan alasan memang cukup ekonomis karena Indonesia masih mengimpor minyak 37-40% dari negara lain.
Menurut mahasiswa, perekonomian negara harusnya didongkrak jika pemerintah mampu mengoptimalkan sumber daya alam yang dapat menjadi sumber energi alternatif menggantikan minyak seperti batubara, sehingga kebutuhan industri tidak akan begitu tergantung BBM. Peningkatan sektor perekonomian seperti perikanan dan kelautan, pertanian dan kewirausahaan yang berbasis kerakyatan.
Ditambah lagi dengan korupsi penyelenggara negara dan penghambur-hamburan biaya operasional penyelenggaraan negara juga menjadi salah satu pemicu semakin terkurasnya keuangan negara.
Kompensasi BBM yang disalurkan kepada rakyat miskin masih perlu dipertimbangkan penyalurannya karena data statistik orang miskin di negara kita masih belum akurat sehingga disinyalir Bantuan Langsung Tunai (BLT) kini bisa salah penyaluran justru diterima oleh orang yang tidak miskin.
Kurangnya kesadaran masyarakat dalam menggunakan dana BLT ini bisa saja berujung pada penggunaan yang salah sasaran. Harusnya pemerintah memberikan pancing bukan ikan. Bantuan khusus mahasiswa (BKM) yang diberikan kepada 400 ribu mahasiswa dari 83 perguruan tinggi di negeri dan 2700 perguruan tinggi swasta, sebesar 500 ribu/semester memang hal yang patut disambut gembira jikalau dana itu dipergunakan dari anggaran pendidikan, tapi kenyataannya tidak lebih dari upaya penjinakan gerakan mahasiswa sebagai sosial control yang berada di garda depan mengkritisi kebijakan pemerintah yang tidak peka pada kepentingan rakyat. (T15/c)
Pernyataan sikap yang disampaikan oleh mahasiswa pada Rabu dan Kamis menyatakan tolak kenaikan harga BBM, tetapi naikkan pajak para pejabat teras dan tuntaskan kasus korupsi yang menyesatkan kehidupan masyarakat.
Pernyataan sikap dibacakan GMNI cabang Nias untuk kesekian kalinya pemerintah dibawa otoritas Jenderal Purnawirawan Susilo Bambang Yudhoyono menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) sejak tanggal 23 Mei 2008 dengan alasan memang cukup ekonomis karena Indonesia masih mengimpor minyak 37-40% dari negara lain.
Menurut mahasiswa, perekonomian negara harusnya didongkrak jika pemerintah mampu mengoptimalkan sumber daya alam yang dapat menjadi sumber energi alternatif menggantikan minyak seperti batubara, sehingga kebutuhan industri tidak akan begitu tergantung BBM. Peningkatan sektor perekonomian seperti perikanan dan kelautan, pertanian dan kewirausahaan yang berbasis kerakyatan.
Ditambah lagi dengan korupsi penyelenggara negara dan penghambur-hamburan biaya operasional penyelenggaraan negara juga menjadi salah satu pemicu semakin terkurasnya keuangan negara.
Kompensasi BBM yang disalurkan kepada rakyat miskin masih perlu dipertimbangkan penyalurannya karena data statistik orang miskin di negara kita masih belum akurat sehingga disinyalir Bantuan Langsung Tunai (BLT) kini bisa salah penyaluran justru diterima oleh orang yang tidak miskin.
Kurangnya kesadaran masyarakat dalam menggunakan dana BLT ini bisa saja berujung pada penggunaan yang salah sasaran. Harusnya pemerintah memberikan pancing bukan ikan. Bantuan khusus mahasiswa (BKM) yang diberikan kepada 400 ribu mahasiswa dari 83 perguruan tinggi di negeri dan 2700 perguruan tinggi swasta, sebesar 500 ribu/semester memang hal yang patut disambut gembira jikalau dana itu dipergunakan dari anggaran pendidikan, tapi kenyataannya tidak lebih dari upaya penjinakan gerakan mahasiswa sebagai sosial control yang berada di garda depan mengkritisi kebijakan pemerintah yang tidak peka pada kepentingan rakyat. (T15/c)
0 Komentar
Silakan Tinggalkan Komentar